Jumat, 16 Maret 2012

Cinta Tak Seperti Rumus Fisika


Saya termasuk salah satu penggemar novel-novel karya Tere Liye. Novel terakhir yang saya baca berjudul 'Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah'. Meski sudah rilis sejak Januari lalu, tapi novel ini baru ada di genggaman akhir Februari. Dan bagi seorang penikmat novel, mungkin saya termasuk orang yang lambat, karena sejak pertama kali buku ini tersentuh, butuh waktu hampir tiga minggu untuk meng-khatam-kannya.

Seperti karya-karyanya yang lain, Tere Liye selalu bisa menghadirkan sebuah bacaan yang sarat akan nilai kehidupan. Mengangkat sebuah profesi yang boleh jadi jarang terbayangkan -pengemudi sepit, kehidupan sederhana dengan nilai kepedulian dan keharmonisan dalam bermasyrakat, dibumbui humor renyah tapi tetap mendidik, serta petuah-petuah bijak yang penuh makna. Dan tak lupa, seperti yang telah tersirat lewat judulnya, tentu temanya tak jauh-jauh dari yang namanya CINTA.

Lantas kisah cinta seperti apa yang membuat novel ini berbeda dengan karya sastra lainnya? Jalan cinta macam apa yang membuat novel ini perlu dibaca, terlebih bagi yang sedang galau dengan perasaannya? Ah, rasa-rasanya tak pantas saya harus mengungkapkan resensinya. Kata-kata macam apapun sesungguhnya tak bisa mewakili kisah di dalamnya. Maka, alangkah lebih baik jika Anda membacanya sendiri. Menikmati lembar demi lembar halamannya, tersenyum, tertawa, sedih, dan sesekali menitikkan air mata mengikuti alur hidup tokoh utama. Ikut larut dalam dimensi kehidupan tepian Sungai Kapuas yang bersahaja. Berimajinasi dengan tokoh-tokoh utama yang dihadirkan oleh penulis dengan segala pelik hidupnya. Maka akhirnya akan Anda dapati makna hidup, persaudaraan, serta bagaimana cinta menemukan sendiri jalannya.

Coretan saya kali ini ingin membagi pemahaman yang saya dapat selepas saya menutup bukunya. Kita sering tidak sadar, bahwa cinta sesungguhnya memiliki jalan dan cara luar biasa. Bila telah tiba waktunya, semua akan terasa indah, cinta sejati akan menunjukkan wujudnya. Namun sayangnya orang-orang sering 'memaksakan' sendiri jalan cinta. Mendesaknya untuk mengikuti alur keinginannya, sesuai kemauannya. Padahal tidak, sama sekali tidak. Sekali lagi, cinta punya jalan dan masa sendiri sebelum siap muncul berbagi bahagia.

Ibarat kendaraan, cinta juga punya kecepatan, waktu, dan jarak tempuh. Namun perbandingan ketiganya tak seperti rumus fisika : v = s / t, dimana v = kecepatan rata-rata ; s = jarak ; dan t = waktu. Jika dalam perbandingan rumus fisika, semakin jauh jaraknya maka agar waktu tempuh semakin singkat, kecepatan harus ditingkatkan. Tapi soal cinta, rumus ini tak berlaku. Cinta punya jarak sendiri, jarak yang tak diketahui manusia hingga ia menemukannya. Dan karena sepanjang jarak cinta itu, maka sekuat apapun kita meningkatkan kecepatan, berharap mempersingkat waktu tempuh untuk meraihnya, cinta selalu punya masa sendiri untuk ditemukan, di waktu yang tepat.

Sebaik apapun kita memanipulasi takdir Tuhan dalam urusan cinta, percayalah cinta selalu punya cara tak terduga. Kejutan-kejutan kecil di luar nalar pikiran kita. Bahasa sederhananya 'jodoh tak akan lari kemana'. Jika memang sudah jodoh maka akan ketemu sendirinya, tapi jika tidak jodoh, mau dipaksakan seperti apa saja dengan cara manusia hanya akan menimbulkan kecewa.

Ah, sulit merangkai kata-kata indah. Ini hanya pemahaman sederhana. Agar lebih bermakna, maka saya merekomendasikan Anda untuk membaca sendiri novelnya. Dan setelah selesai menutup bukunya, rasakanlah cinta menghampiri Anda tanpa perlu Anda memaksakan memburunya. Bisa jadi cinta sejati Anda datang justru dari orang-orang sekitar Anda. Mereka yang tampak biasa. Menanti waktu yang tepat hingga bunga-bunga cinta bermekaran menghiasi hidup Anda.

Sebuah kutipan menarik dari novel ini : "Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong".

Berbahagialah, banyak yang mencintai Anda.


Klaten, 16 Maret 2012

Jumat, 09 Maret 2012

Berbakti Dulu, Niscaya Akan Cukup

Pagi ini, rutinitas biasa di hari Kamis dan Jum'at, usai sholat shubuh saya stand by di depan layar televisi. Memainkan tombol dengan ujung jari, mencari channel favorit tiap pagi. Ippho Santosa telah siap di layar kaca, memakai setelan jas hitam yang modis, membawakan motivasi yang kali ini sangat menggugah hati. Tentang bakti pada kedua orang tua.

Bahwa ternyata, dibalik kesuksesan kita selama ini selalu ada andil orang tua di dalamnya. Pun di dalam kesulitan rezeki yang kita alami, kalau kita mau menilik lebih lanjut, rupanya ada hubungannya dengan perlakuan kita terhadap orang tua. "Anak-anak yang berbakti, hidupnya bertabur rezeki. Anak-anak yang durhaka, hidupnya bisa penuh petaka". Kira-kira begitu bunyinya.

Sontak saya jadi tercenung. Apakah selama ini saya termasuk anak yang sudah berbakti? Jangan-jangan saya termasuk anak tipikal Malin Kundang, yang lupa atas jerih payah orang tua selama ini.

Hingga saya sudah bekerja seperti sekarang, tak terhitung banyaknya jasa yang telah diberikan kedua orang tua. Kita seyogyanya sadar bahwa selama ini orang tua selalu memberikan totalitasnya untuk kebahagiaan kita. Dalam keterbatasan apapun, dalam kekurangan, selalu saja ada yang dipaksakan. Demi kita. Boleh jadi dulu saat harus membayar biaya sekolah, mereka sedang tak ada biaya, tapi tetap saja 'diada-adakan' untuk kita, anaknya. Meski harus ngutang dulu, pinjam sana pinjam sini, supaya kita tetap lanjut menuntut ilmu. Harapannya biar nantinya hidup kita lebih baik dari mereka.

Kita mungkin yang sudah cukup mapan sekarang, baiknya berkaca diri. Apakah sudah total dalam berbakti pada mereka layaknya mereka dulu merawat kita. Kebahagiaan memang tak bisa diukur materi. Tapi sudahkah kita menyisihkan sedikit saja materi hasil keringat kita, mempersembahkan sesuatu bagi mereka?

Meski orang tua kita dalam kesulitan, selalu saja ada buat kita. Namun kita mungkin malah sebaliknya, jangankan sedang kesulitan, sedang gampang rezeki saja bisa jadi kita sering lupa. Kenapa sejak saat ini kita tidak terapkan cara kerja otak kanan saja, seperti yang dikemukakan Ippho Santosa : Bila dengan cara kiri maka harus cukup rezeki dulu, baru berbakti kepada orangtua, sementara bila dengan cara kanan maka kebalikannya, bagaimanapun kondisinya kita mesti berbakti dulu, sehingga nanti rezeki akan jadi cukup. Luar biasa bukan?

Alloh telah menitipkan ridho-Nya melalui ridho orang tua. Dengan berbakti sehingga orang tua ikhlas pada kita, secara tidak langsung kita sudah menggenggam keridhoan Alloh Subhanahu wa ta'ala. Maka kenapa masih ragu-ragu melakukannya? Berbakti dengan total seperti mereka merawat kita sejak kita masih belia.

Ibu, Bapak, terima kasih karena kalian mencintaiku.


Klaten, 9 Maret 2012

Minggu, 04 Maret 2012

Aku Mengeja Kata, dengan Huruf 'Aa'

Aku belajar mengenal kata
dengan mengenal huruf penyusunnya,
berderet-deret tak jelas bentuknya
bagiku yang dulu masih buta aksara
Tertulis 'A' maka mulut harus dibuka
bentuknya seperti segitiga,
ah, segitiga, macam apa pula
mana faham aku gambarnya
yang kutahu dulu waktu masih buta aksara
Huruf 'A' maka ditulis 'A'
Tarik dua garis lurus membentuk sudut di atasnya
Lalu hubungkan dengan sebuah garis pendek di tengahnya
Buka mulut untuk melafalkan huruf 'A'
Ada juga yang lain bentuknya
Jika 'A' yang begitu, huruf kapital dia punya nama
Ditulis 'a' lebih kecil dari 'A'
pun bentuknya berbeda
tapi sama lafalnya
buka mulut dan ucapkan 'Aa'
'A' atau 'a' huruf pendahulu dari abjad lainnya
Ketika ditanya kenapa
maka sudah dari dulu jawabannya
Mungkin karena berasal dari 'alfa'
tapi lanjut ditanya kenapa 'alfa' jadi yang pertama
maka suka-suka saja jawabnya
Dari 'A' aku mengeja
Dari 'A' aku tahu kosakata
Dari 'A' yang jadi abjad pertama
Dari 'A' yang jadi awal abjad lainnya
aku mulai belajar huruf setelah mengenal 'Aa'
begitu bentuknya, begini bunyinya
'Aa'
buka mulut dan lafalkan 'Aa'
Dari 'Aa' berlanjut huruf berikutnya
aku belajar mengeja
berderet-deret huruf lainnya
disambung beraneka rupa
jadilah kata-kata
aku mengenal 'cinta'
itu 'a' dibelakangnya
ada 'muara'
'a' nya malah ada dua
ratusan bahkan ribuan kosakata
tersusun huruf 'a' di dalamnya
dari 'Aa' aku mencintai kata-kata
Bahkan yang luar biasa
huruf 'Aa' telah menyusun coretan ini yang tak berharga
membuat kata-kata
dengan 'Aa' di dalamnya
Huruf 'Aa' ada di sana
Dan tulisan ini ada tiga ratus lima belas huruf 'Aa'
hitung saja bila tak percaya