Senin, 16 Januari 2012

Saat Bingung Harus Mulai dari Mana

Bagiku yang masih amatir, menulis bukan persoalan mudah. Entah harus mulai dari mana, dari suku kata apa, mau bahas apa, judulnya apa, dan ujung-ujungnya tanda tanya besar : aku ini mau nulis apa???

Kadang ide mengalir di otak dengan sangat deras. Banyak gagasan. Bertubi-tubi hendak menyeruak untuk dikeluarkan. Hingga saking banyaknya ide itu, jadi tidak tahu mana yang harus ditulis dulu. Keburu mood jadi buyar, ide pun malah runtuh satu per satu, alhasil lagi-lagi tidak jadi nulis. Bisa juga kondisi kebalikannya. Saat hasrat menulis menggebu-gebu, tapi ide malah 'mandheg', atau bahkan tak menetas sama sekali. Buntu. Alhasil lagi-lagi tidak jadi nulis.

Sebenarnya kalau ditanya urgensinya menulis itu apa, aku sendiri juga tak tahu. Apalagi bagi orang-orang yang merasa tidak punya cukup waktu. Terlalu sibuk. Terlalu padat jadwalnya, terlalu banyak agendanya, maka mana sempat untuk menulis. Lho berarti menulis itu kerjaan orang yang tak punya kerjaan dong? Bisa jadi juga.

Orang-orang yang punya waktu lebih luang tentu bisa menyempatkan diri untuk menulis. Corat-coret apa saja, sekenanya. Di lembar kertas tak terpakai, buku harian, surat menyurat, atau yang lebih modern sekarang bisa cerita pada teman lewat SMS atau email, bahkan yang lebih sederhana : update status di jejaring sosial semacam facebook. Mengerjakan PR, menggarap laporan kantor, sampai tulis-menulis yang sudah jadi pekerjaan harian.

Secara tak sadar aktivitas-aktivitas tersebut-dan tentu masih banyak contoh yang lain- ternyata tak jauh-jauh dari yang namanya menulis. Berarti selama ini banyak sekali ya orang yang kurang kerjaan? Ya mesti dibedakan dong orang yang menulis untuk kerja dengan orang yang menulis cuma buat curcol (curhat colongan). Kesimpulannya menulis itu bukan hanya untuk orang yang kurang kerjaan. Betul tidak? Koreksi kalau aku salah.

Lewat menulis orang bisa menumpahkan isi pikiran, meluapkan kegundahan hati, mengisahkan tentang sebuah pengalaman, menceritakan peristiwa yang sedang dialami, memberitahu apa yang sedang dilakukan, mengkritisi suatu kebijakan, beropini tentang suatu masalah, menyampaikan suatu berita, mengajak pada yang ma'ruf dan saling mengingatkan untuk mencegah dari yang mungkar. Yang galau bisa curhat dan yang suntuk bisa mengurangi penat. Semua bisa diekspresikan dengan menulis.

Tulisannya sendiri tak perlu panjang-panjang. Tak perlu habis berlembar-lembar. 'Aku Galau', ini saja sudah tulisan, mengabarkan kalau si penulis sedang gundah hatinya. Di status-status yang diperbaharui tiap menit lewat facebook misalnya, maka akan kita jumpai hal yang sama sederhananya. Semua menulis. Tapi akan berbeda konteks menulisnya kalau kita bandingkan dengan profesi seperti wartawan atau seorang penulis novel. Sama-sama menulisnya. Sama-sama ingin mengabarkan suatu berita, ingin bercerita tentang sesuatu. Tapi bila dilihat dari segi manfaatnya tentu akan sangat berbeda. Maka sebaik-baik yang ingin kau sampaikan buat orang lain dengan tulisanmu, akan lebih bagus bila orang tersebut bisa mengambil manfaat juga dari tulisanmu.

Aku juga terbilang sangat amatir. Tapi dari yang pernah kutahu dari guru, teman, dan penulis-penulis yang sudah ada, jika kau ingin mulai untuk menulis maka cukup tulis saja. Pikiran apapun yang melintas dari otakmu sudah jadi modal kuat untuk munculnya sebuah ide. Tak perlu bingung tulisanmu sudah sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) atau belum, kata per kata, kalimat per kalimat sudah efektif atau belum. Lupakan dulu soal itu. Jika ingin mulai menulis maka tulislah. Apa saja.

Aku sendiri sempat kebingungan kali ini mau nulis apa. Nyaris tanpa ancang-ancang. Maka hasilnya ya coretanku yang jelek ini. Jauh dari sempurna memang. Tapi setidaknya dengan tulisan ini aku bisa mengeluarkan gagasanku, sekaligus membuktikan teori yang kutahu : kalau mau mulai menulis maka tulis saja. Toh meski tak sinkron kalimat kalimatnya, tak indah bahasanya, tak runtut cara penyampaiannya aku tetap bisa membuat sebuah tulisan. Ya tulisanku ini.

Bagiku, entah dengan yang lain, menumpahkan gagasan dengan tulisan jauh lebih mudah dibanding secara lisan. Kalau dengan lisan kau harus mulai dengan mempersiapkan penampilan, mengatur intonasi suara, gaya bicara, ekspresi muka, dan sebagainya yang cenderung bikin ribet, apalagi buatmu yang tak biasa bicara di depan umum. Tapi dengan menulis kau tak perlu khawatir suara cempreng, mukamu kusut saat menulis, atau dandananmu acakadul. Tak akan ada yang tahu. Yang mencoba mereka tahu adalah sejauh mana luasnya pola pikirmu lewat gagasan yang kau tuangkan.

Jika berbicara di depan umum kau harus berhati-hati terhadap tiap ucapan yang mungkin bisa menyinggung perasaan. Karena sekali terucap maka tak akan mungkin kau telan lagi. Tapi jika menulis, kau bisa membaca hasil tulisanmu berulang-ulang. Lalu kau koreksi. Kau ulangi lagi. Kau coret lagi. Kau ulangi lagi. Kau revisi lagi. Kau ulangi lagi. Begitu terus sampai kau benar-benar yakin tulisanmu layak dibaca, sungguh bisa dimengerti kata-katanya, tidak bermakna ambigu, tidak berpotensi menyakiti pembaca, tidak ada unsur SARA, dan bisa diterima dan difahami maksudnya.

Akhirnya dengan tidak menyepelekan bahwa menulis itu mudah, aku ingin sampaikan bahwa sebenarnya siapapun orangnya bisa saja menulis. Menulis itu memang sulitnya bukan buatan, apalagi kalau harus memulainya. Tapi kau dan aku bukan tidak bisa. Kita sama-sama belajar. Mulai membuat tulisan yang minimal bisa bermanfaat buat yang lain, meski tidak bagus bentuknya. Dan jangan pernah bingung harus mulai dari mana, karena saat kau mau memulai untuk menulis, maka cukup tulis saja.


Klaten, 16 Jan 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar