Jumat, 03 Februari 2012

Bila Nanti Waktunya Tiba

Bila nanti waktunya tiba
langit luas bertabur gemintang
berpendar-pendar cahaya dalam malam
sejuta kerlip itu menyebar
dalam secuil galaksi angkasa raya
bulan purnama bulat mempesona
senyumnya anggun hanya kita yang tahu
lihat pada gugus bintang itu
disanalah perahu ini menuju
pada rasi bintang berformasi lima
disana telah menunggu tempat paling mulia
sekarang kudayung dulu perahu ini
sederhana tapi kuat pondasinya
aku juru mudi dan penentu arah
kau cukup hiasi perahu dengan sahaja
biar gemericik air laut menerpa
tempias ombaknya menampar sisi kiri dan kanannya
karang besar tak jadi halangan
sekuat tenaga ubah haluan
agar selamat sampai tujuan
perahu ini kususun dari bilah-bilah papan iman
Sang Pemilik Hidup jadi tumpuan
pada-Nya aku serahkan semua urusan
ombak itu biar berlalu
karang itu biar terlewati
tapi perahu ini tetap tegar berlayar

Bila nanti waktunya tiba
angin topan menderu-deru
gulungan badai menghentak perahu
cahaya petir berkilat-kilat
guntur menggelegar bertalu-talu
kusampaikan padamu
perjalanan dengan perahu ini akan makan banyak waktu
tak semudah dan seindah yang kau tahu
kau harus cukup sabar
tak selamanya tangan ini kuat mendayung
saat itu kau jadi pandu mengangkat diriku
melambungkan jiwaku
agar perahu tetap melaju

Bila nanti waktunya tiba
biar ini perahu sederhana
kecil ukurannya tak lebih empat meter panjangnya
namun kau penghiasnya
membuat perahu tampak lebih megah dari kelihatannya
tampak lebih berwibawa dari aslinya
aku juru mudi yang menentukan arah
sekuat diri menguatkan hati dan perahu ini agar tak goyah
saat datang awak-awak baru
perahu kecil ini akan melebar dengan sendirinya
menampung semua yang ada di atasnya
tetap sederhana dan bersahaja

Bila nanti waktunya tiba
awak-awak ini belajar dari kita
mengayuh perahu dan menghiasinya
agar saat mereka pindah haluan
akan lebih tegap mereka
dengan perahunya sendiri
adakalanya dalam pelayaran ini
laut tenang tak menegang
angin sepoi membelai hati
hidangan di atas nampan pualam bisa kita nikmati
lezat mengenyangkan
memberi waktu mengambil nafas dalam
untuk nanti melaju kembali
tapi ingat bahagia bukan materi
janganlah kenyang itu melenakan
hingga lupa rasanya lapar
jangan nikmat itu jadi hijab
ibarat tirai yang menghalau tatapan
memantau ke masa depan

Bila nanti waktunya tiba
pada gugusan bintang itu
pada rasi bintang berformasi lima
itulah dermaga kita
disana nikmat sesungguhnya
air minum menjulang dalam piala-piala
diambil langsung dari mata airnya
buah-buah nan ranum menyapa
makanan lezat terhidang di atas nampan berhias intan permata
kita bersantai duduk bersama
di atas permadani yang hangat dan begitu lembutnya
bersandar di dipan-dipan bersulam kelambu sutra
bersama awak-awak perahu kita
tertawa-tawa
setelah perjalanan penuh goda
diatas bulan tersenyum simpul hanya kita yang tahu
cahaya gemintang menerangi sepanjang waktu
terang
sampai tak mampu kubedakan
kapan siang kapan malam
hanya damai dan kesejukan
perahu sederhana itu
telah terlabuh
dan bersahaja karena hiasanmu

di gugusan bintang ini
rasi bintang berformasi lima
telah menanti tempat paling indah
menuju haribaan-Nya

Klaten, 24 Okt 2011
(dalam inspirasi yang mendadak muncul, meletup-letup)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar