Selasa, 14 Februari 2012

Memaknai Kasih Sayang, Bukan dengan Tradisi yang Dilarang

Menurutmu apa yang identik dengan Februari Kawan? Kebanyakan darimu tentu akan berpikir soal hari valentine bukan? Hari kasih sayang katanya. Banyak orang masih merayakan hari ini sebagai ajang mewujudkan kasih sayangnya terhadap pasangan masing-masing. Sungguh masih banyak. Dari strata umur dan jenjang pendidikan berbeda-beda. Dari yang wajahnya masih ingusan, sampai yang berwajah boros. Dari remaja tanggung yang baru tahu soal baligh, sampai orang tua yang kelakuannya masih seperti ABG saja (ingin selalu dibilang awet muda, seolah tak terima dengan kejamnya takdir yang mulai melekuk-lekukkan lapisan luar kulitnya). Tak pandang jenis kelamin. Wanita dan pria sama saja, memanfaatkan moment ini untuk 'berkasih sayang', memberi sesuatu sebagai wujud cintanya : coklat, bunga, atau boneka. Ah, kenapa nilai cinta bisa menjadi begitu sederhana?

Sesungguhnya kasih sayang sesama manusia telah terekam sangat indah kurang lebih 14 abad silam. Rosul dengan begitu luar biasa telah mengajarkan kaumnya tentang saling menyayangi, saling berbagi. Bahkan soal ketulusan cinta itu sendiri, tiada yang mampu memberikannya, melalui sebuah pengorbanan yang keras dan gigih, perasaan yang lembut dan sabar, melebihi yang Rosul telah berikan kepada kita ummatnya. Ya, untuk kita Kawan. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, menjelang Rosul wafat untuk menghadap Sang Kekasih, Alloh Subhanahu wa ta’ala, terucap perasaan khawatir dalam dirinya akan nasib ummat Islam sepeninggalnya kelak. Dia sungguh cemas, mengkhawatirkan kita. Kalau-kalau kita salah jalan. Kalau-kalau kita kembali terperosok ke dalam lubang ke-jahiliyah-an. Dia sungguh takut kita tercecer, keluar dari kumpulan ummatnya, saat seluruh manusia akan dikumpulkan di hari akhir kelak. Sungguh kasih sayang yang mulia, dari seorang manusia paling mulia.

Sejatinya, aku tahu Kawan, sangat tahu, bahwa engkau telah tahu. Dalam Islam tak mengenal yang namanya hari valentine. Hari yang mengkhususkan semua pasangan berkasih-sayang. Hari saling berbagi coklat dan bingkisan. Aku tahu kau juga tentunya faham Kawan, bahwa valentine merupakan tradisi kaum kafir. Sejarahnya selalu dihubung-hubungkan dengan tradisi orang-orang penting -dalam konteks mereka tentunya- pada zaman dulu. Dan kita juga tentunya sama-sama mengerti Kawan, bahwa Rosululloh jelas-jelas melarang kita untuk ikut-ikutan budaya kaum kafir (tasyabbuh) yang jelas-jelas tidak sesuai dengan syariat kita. Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa ‘ala aalihi wasallam bersabda : ”Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut”(HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban).

Dan larangan ini jelas untuk kemurnian syariat. Sayangnya masih sering dilanggar. Bayangkan betapa banyak anak muda yang secara berlebihan mengekspresikan rasa cinta pada pasangannya. Pasangan yang belum halal baginya. Padahal Kawan, jika kita mau merenungkan, ada orang yang sebenarnya paling pantas mendapat kata cinta dari kita. Ada orang yang lebih layak kita perlakukan istimewa, meskipun orang itu bisa jadi tak mengharapkannya dari kita. Kau sudah tahu siapa mereka, Kawan. Sungguh-sungguh tahu. Merekalah orang tua kita.

Ibu-Bapaklah yang dengan tulus merawat, mendidik, dan membesarkan kita. Bukan orang yang oleh akal kita tetapkan sebagai kekasih kita. Bukan orang yang oleh nafsu kita jadikan sebagai pacar kita. Mereka, orang yang kita sebut pacar atau kekasih itu tak tahu apa-apa. Sedikitpun tak tahu. Memangnya tahu apa mereka soal membersihkan najis yang dengan sembarangan kita keluarkan saat kita masih bayi dulu? Tahu apa mereka soal rengekan tengah malam yang hampir selalu mengganggu waktu tidur? Bahkan mereka juga tak pernah tahu peluh keringat yang menetes dari kening Ibu-Bapak kita untuk menghidupi anaknya. Mereka-orang yang kita anggap kekasih atau pacar itu- tak pernah tahu buliran airmata Ibu-Bapak yang mengalir saat kita sakit. Perasaan cemas dan khawatir orang tua yang menanti kepulangan anak tercintanya. Ibu yang selalu merindukan kembali mengecup kening anaknya yang telah tumbuh dewasa. Ayah yang selalu rindu menggendong jagoan kecilnya. Mereka-orang yang kita anggap kekasih atau pacar itu- tak pernah tahu Kawan. Tak pernah tahu.

Menjadi sebuah perenungan bagi kita Kawan—terlebih bagiku. Kapan terakhir kali aku bilang cinta kepada ibu karena Alloh, atau bahkan tidak pernah sama sekali? Kapan terakhir kali aku memeluk ayah, dan berucap terima kasih atas jerih payahnya selama ini, atau bahkan tidak pernah sama sekali? Lebih banyak mana, waktu yang kuhabiskan untuk bekerja, ketimbang menyempatkan diri untuk mengunjungi mereka. Lebih sering mana, kubiarkan waktuku habis percuma untuk bersenang-senang dengan orang lain, merayakan kesuksesan dengan teman, ketimbang menyempatkan diri duduk bersama mereka, membuatkan secangkir teh, dan bersenda gurau dengannya. Lebih sering mana, aku habiskan semua perasaanku menumpahkan gundah hati atau tertawa riang dengan bercerita tentang pengalaman tak terlupakan kepada orang lain, daripada meluapkannya pada orang tua sendiri. Sungguh jarang Kawan, bahkan aku lupa kapan terakhir aku melakukannya, atau bahkan tidak pernah?

Maka lewat tulisan ini aku mengajakmu memikirkan wajah renta mereka menunggu kita pulang. Menanti kita mengecup dengan takzim kedua tangan mereka. Memohon maaf pada orang tua atas semua kesalahan dan kelalaian kita, menyadari betapa bodoh dan bebalnya kita selama ini belum menyadari kasih sayang luar biasa yang telah mereka berikan. Dan memohon doa dan ridho dari keduanya dengan tulus ikhlas, supaya Alloh juga mau bermurah hati, berkenan juga memberikan ridho-Nya bagi kita.

Maka setelah ini, tak ada lagi istilah hari valentine dalam hidup kita Kawan. Selain bertentangan dengan syariat Islam, kita juga semestinya faham, setiap hari adalah hari kasih sayang. Berkasih sayang terhadap sesama sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan Rosululloh. Tak berlebihan, mengindahkan segala batasan yang memang diperlukan. Mewarnai hari dengan membuat orang lain senantiasa bahagia bersama kita. Dan yang paling penting, terus memberi yang terbaik yang bisa kita berikan kepada kedua orang tua, dan orang-orang yang juga menyayangi kita. Tak perlu lagi coklat, boneka yang lucu, atau bunga mawar yang harum baunya. Cinta tidak sesederhana itu, Kawan. Sungguh cinta tak sesederhana itu. Yang cukup kau beri adalah sebuah energi positif, sebuah energi semangat, energi kebahagiaan yang membuat kau dan aku memahami satu hal : indahnya persaudaraan karena Alloh.

Engkau bolehlah tak sependapat denganku dalam menyikapi ini. Sungguh. Engkau boleh punya pendapat sendiri Kawan-Kawanku yang baik. Engkau tentunya lebih tahu banyak hal melebihi diriku. Engkau lebih pintar memahami sebuah nilai hidup dibanding aku. Maka ijinkan aku yang bodoh ini, yang masih terseok-seok mencari ilmu ini, yang masih awam dalam kebebalan menggunakan otak yang Alloh berikan untuk sekedar belajar memahami, memiliki harapan menerima percikan ilmu yang kau sudah punya. Lewat diskusi dan saling berbagi, tanpa maksud menggurui, tanpa ada yang merasa lebih. Karena sejatinya, Alloh yang punya semua perbendaharaan ilmu di dunia. Maka kepada-Nya lah kita kembali mencari referensi.

Kau boleh menganggapku berlebihan dalam hal ini. Namun aku akan merasa lebih senang jika tulisanku bisa menjadi bahan renungan ketimbang sebagai bahan olok-olokkan. Aku dan kalian memang masih perlu belajar banyak, Kawan.

Semoga Alloh memberi kekuatan bagi kita. Kekuatan untuk saling mencintai karena Dia. Semoga Alloh berkenan menundukkan hati kita untuk selalu mengingat-Nya dan menganugerahkan ketulusan dalam jiwa agar kita dapat menyayangi sesama. Semoga Alloh menghimpun kita dalam kebahagiaan di akhirat nanti dan menaungi kita semua di hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya.

Ya Alloh, Terima Kasih Engkau Sungguh Baik. Mohon dengan sangat, untuk berkenan menganugerahkan setitik saja cinta-Mu pada kami. Setitik saja tak mengapa. Karena cinta-Mu sungguh tak terhingga, khawatir kami tak sanggup menerimanya. Dan berikan kekuatan pada kami untuk dapat selalu berusaha membalas setitik cinta-Mu itu.

In My Boarding Room, 13 Feb 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar