Minggu, 26 Februari 2012

Pesan Alam

Pekat di atas sana belum juga terganti
Langit berdehem-dehem sedari tadi
Diikuti gumpalan awan kelabu berjejer menutup terang matahari
Yang tertutup panasnya tak merasa perlu peduli
Dia biarkan kawan karibnya menunaikan titah hari ini
Mengantar pesan dari langit tentang janji
Buliran itu titik-titik yang menembus pori-pori
Seketika seolah waktu berhenti
Di darat yang mulai ramai orang pulang pergi
Yang jalan merapat tak berlanjut jalan lagi
Dan disana ada sebuah tempat luas sekali
Dia tumpahkan amukan sejadi-jadi
Pada laut dia ubah bergelombang-gelombang tinggi
Disusul badai mengocar-acir tanpa permisi
Akar-akar cahaya langit laksana tangan hendak mencengkeram bumi
Ngeri
Langit sudah tak berdehem-dehem lagi
Tapi sudah berteriak menyeramkan sekali
Kelabu berubah jadi kelam
Kelam menyusul semakin gelap
Buliran semakin kencang menderas kini
Laksana sembilu-sembilu tajam hendak mencabik kulit ini
Dia tampak marah
Entah kenapa
Entah pada siapa
Tapi itu belum seberapa
Di sana bermil-mil jauhnya
Telah kita lihat penduduk zaman dulu merasakan perih
Karena kelakuan mereka sendiri
Janji Tuhan disepelekan
Dunia dinikmati tanpa terima kasih
Maka kita sekarang lihat jejak-jejaknya
Dalam taklimat kitab yang mulia
Rugi yang tak mau bersegera
Tanda-tandanya itu sudah ada
Buliran-buliran itu contohnya
Tak ada yang tahu pasti kini kapan datangnya
Dan tiap tiba berpotensi mengajak kawan-kawannya
Beliung, topan, bandang, longsor, dan karib lainnya
Ikut menerabas dunia
Mengubahnya jadi derita
Bila telah henti waktunya
Giliran yang lain ikut serta
Kita temui bumi bergetar tiada terkira
Isi perut dimuntahkan begitu saja
Murka dinjak-injak tiap hari
Terus menerus dilobangi
Rambut hijaunya digunduli
Biar, biar kini mereka rasakan, kata bumi
Tanah retak pecah belah
Rumah runtuh, terseret gelombang
Atau apa saja
Manusia
Di mana mereka?
Meringkuk sesal atas kecerobohan selama ini
Atau tak peduli?
Biar, biar nanti ada giliran sendiri, kata bumi
Kini sebagian dulu pelajaran ini kami beri
Nanti tiba gilirannya
Semua merasakan
Yang mau belajar sungguh orang yang berbudi
Mereka akan terlindungi
Yang tidak, biar nanti mereka rasakan
Jangan harap Tuhan nanti mau mendengar
Setelah seruan-Nya ini kita abaikan
Jangan harap Dia mau peduli
Bila nyawa telah lewat pangkal tenggorokan
Baru kita berucap
Ya Robbi, Ya Robbi

Baiti Jannati, 25 Feb 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar