Selasa, 21 Februari 2012

Dulu Waktu Masih Kecil

Kita pernah belajar bersama
tentang Pendidikan Moral Pancasila
tentang tenggang rasa,
gotong royong,
menghormati dan menghargai sesama
Tentang indahnya rasa bersaudara
tak saling menghina,
pantang saling mencela
Mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan sendiri katanya,
Belajar bahwa kesusahanmu adalah kesusahanku juga
Merasa akrab meski berbeda suku dan bahasa
Meski rambutku ikal rambutmu lurus adanya
Kulitpun tak serupa
Ada yang hitam legam, ada yang sawo matang, ada kuning langsat, ada juga putih pucat warnanya
Ada yang halus ada yang kasar,
ada yang pendiam ada yang blak-blakan perawakannya
Ada yang berucap 'Piye kabare?' untuk menyapa
Ada yang 'Kumaha damang?' ada yang 'Punapi gatra?'
Yang lebih barat berkata 'Boa kabarmuna?' juga 'Ba a kaba?'
Yang lebih timur semangat bertanya 'Apa kareba?'
Sapaan sederhana dengan dialek berbeda
Membuat kita semakin berwarna
Kita pernah belajar bersama
tentang nikmatnya jadi Indonesia
Tapi entah mengapa
kini konflik suku dimana-mana
Sedikit emosi maka parang yang bicara
Masalah kecil dibesarkan jadi bola raksasa
Api kecil bukan dipadamkan malah disulut agar semakin besar kobarnya
Kulit gelapku malah kau hina
Rambut keritingku jadi bahan tawa
Celaan jadi bumbu percakapan kita
Ejekkan tak ubahnya seperti dzikir yang mengudara
Berucap kasar dan ngotot kita saling berlomba
Tak jarang ucapan kotor ikut membahana
Kita ini yang katanya saudara
Saudara macam apa?
Bila tawuran malah merajalela
Saling pukul sudah biasa
Marah mudah meletup tak terkira
Saling serang jadi solusinya
Mana pelajaran tenggang rasa,
mana pelajaran tentang bersaudara
Entah aku yang tak ingat,
ataukah kau yang sudah lupa?

Dulu waktu kecil
Kau dan aku pernah belajar bersama
Tentang indahnya Bahasa Indonesia
tentang puisi dan sejenisnya
tentang paragraf dan alenia
tentang majas beraneka rupa
tentang peribahasa yang mempesona
tentang kalimat efektif, sesuai ejaan yang disempurnakan katanya
Dari guru kita mendapat cerita
dongeng-dongeng yang sarat makna
Terlena kita dengan sajak-sajak indah
karya penulis-penulis yang bersahaja
Kita ikrarkan bersama Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia
Tapi entah mengapa
kini yang sering kudengar tak lagi Bahasa Indonesia yang konon santun bunyinya
Malah bahasa yang dibilang 'gaul' oleh anak muda
'Elo, guwe' tak pernah kutemui dalam kamus mana saja
tapi sudah jadi semacam mantra
karena kesulitan menyebut 'kau, aku' saja
Bahasa Indonesia katanya indah
indah macam apa?
Bila diucap campur aduk tak jelas maksudnya
bila bahasa slengekan diutarakan tanpa merasa bersalah
Ingatkah tentang Bahasa Indonesia yang santun katanya?
Maka mana santunnya,
bila kata-kata kotor sudah biasa
kata-kata jorok laksana tasbih yang melantun begitu saja
Entah aku yang tak ingat,
ataukah kau yang sudah lupa?

Dulu waktu kecil
Kita pernah belajar Pendidikan Agama Islam bersama
Tentang sholat lima waktu wajib hukumnya
tentang puasa Romadhon harus ditunaikan pula
tentang zakat, infaq, shodaqoh untuk kemaslahatan bersama
tentang berbakti pada orang tua
tentang kasih sayang sesama makhluk ciptaan-Nya
tentang Islam rahmat bagi alam semesta
Tapi entah mengapa
kini di surau-surau sering sepi tiap tiba waktu menghadap-Nya
Sibuk kerja sudah jadi berhala yang membuat kita lupa
Sehabis maghrib tak lagi terdengar anak-anak riang mengaji
lebih senang nonton kartun di depan tivi
mama-papa tak merasa perlu menasehati,
yang penting anak tak rewel, siapa peduli
Orang kaya merasa harta tak perlu dibagi-bagi
Lelah bekerja menumpuk harta untuk kejayaan sendiri
Fakir miskin, kaum dhuafa biarlah kelaparan mati
Tak sadar itu titipan Ilahi,
merasa hidup di dunia ini akan abadi
Kita yang bilang Islam itu indah
indah macam apa?
bila sesama muslim saling menghujat dan mencerca,
saling mengkafirkan satu dengan lainnya
Berucap kotor seolah mulut tak akan dimintai tanggungjawabnya
Menggunjing dan memfitnah seolah tak yakin Alloh Mengetahui Segala
Menjadikan ibu-bapak sebagai budak-budak baru kita
yang harus menyiapkan dan mencukupi semua yang diminta
Lebih penting pacar bahagia ketimbang merendahkan diri mencium kaki orang tua
seolah tak percaya surga disiapkan disana
Kita yang katanya khalifah
diamanahi Tuhan yaitu bumi dan isinya
tapi yang diembani amanah malah khianat pada titah dari-Nya
Bumi dieksploitasi seolah takkan ada habisnya
hutan dirambah tak bersisa
Dan layaknya kacang lupa kulitnya
puas menikmati kekayaan alam, lantas dibiarkan begitu saja
tak mau tahu bagaimana menjaga kelestarian planetnya yang semakin menua
Inikah keindahan agama yang pernah kita terima?
Entah aku yang tak ingat,
ataukah kau yang sudah lupa?

Tuhan, kami perlu belajar lagi
pelajaran waktu masih kecil dulu tak mampu kami cerna kembali
Semoga Engkau Berkenan Sabar pada kami
Jangan terburu menghukum kami
bila kami belum mengerti


Klaten, 21 Feb 2012
(dalam proses belajar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar